TENTANG KAMI

WIN-S Consultant adalah perusahaan dibidang jasa perpajakan & akuntansi yang didirikan sebagai bentuk dari tuntutan pemerintah dalam penerapan peraturan perpajakan secara benar. Hal tersebut menuntut wajib pajak untuk melaksanakan peraturan perpajakan tersebut atau akan menghadapi sangsi dari pemerintah. Oleh karena itu, WIN-S Consultant akan membantu wajib pajak yang berujung pada pemenuhan kewajiban perpajakan dengan baik & benar. Komitmen WIN-S Consultant untuk selalu memberikan yang terbaik atas jasa layanan seperti motto “WIN-S Consultant for Solution.”

Perubahan Tarif Pajak Progresif Orang Pribadi



Pemerintah tengah mengatur strategi untuk sumber penerimaan pajak baru di tahun depan. Salah satunya dengan mengubah skema pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP).

Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 berencana menambah layer pendapatan kena pajak dan memperbaiki tarif PPh OP. Tujuannya, untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih sehat dan adil.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi menilai tahun depan merupakan momentum yang pas bagi pemerintah meningkatkan tarif PPh OP untuk mendorong penerimaan pajak. Hal ini mempertimbangkan bahwa untuk penghasilan orang super kaya cenderung tidak terdampak pandemi virus corona. Apalagi tahun ini ekonomi sudah mulai membaik.

Prianto merekomendasikan agar pemerintah menambah satu layer PPh orang pribadi. Untuk penghasilan Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar dikenakan tarif 30%. Kemudian, bagi penghasilan di atas Rp 1 miliar per tahun dibanderol tarif 35%.

“Sehingga ada keadilan vertikal, karena prinsipnya ability to pay semakin tinggi penghasilan semakin besar pajak yang dibayarkan,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Jumat (21/5).

Prianto menambahkan jika rencana tersebut direstui oleh DPR RI, maka akan mendorong optimalisasi wacana program tax amnesty jilid II. Sebab, sebagian orang yang tergolong dalam penghasilan kena pajak dengan tarif baru tersebut diyakini akan mengikuti tax amnesty. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan rencana kenaikan tarif PPh OP tahun depan tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Revisi UU KUP tersebut telah ditetapkan DRR RI dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021. Rencananya pada paruh kedua tahun ini akan segera dibahas.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. 

BACA : Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bisa Menggunakan Tanda Tangan Elektronik

--------------------------------------------------------------------------

Sehingga dalam ketentuan saat ini, sesuai dengan Pasal 17 UU PPh, ada 4 tingkatan pada penghasilan kena pajak dengan besaran tarif PPh yang berbeda-beda. Pertama penghasilan kena pajak sampai Rp 50 juta dengan tarif 5%. Kedua, penghasilan kena pajak diatas Rp 50 juta - Rp 250 juta dengan tarif  15%. Ketiga, penghasilan kena pajak di atas Rp 250 juta - Rp 500 juta dengan tarif 25%. Keempat, penghasilan kena pajak diatas Rp 500 juta dengan tarif 30%

TARIF FINAL

Selain dalam hal tidak progresifnya tarif pajak orang pribadi tersebut, World Bank juga mengkritisi penerapan pada PPh final terhadap sejumlah sektor seperti pada bagian bunga atas deposito, konstruksi dan real estate, serta PPh final atas bunga obligasi dalam hal bagi wajib pajak dalam negeri maupun luar negeri

Pada Skema PPh Final ini dinilai menggerus penerimaan negara dan skema ini hanya dinikmati oleh masyarakat kelas atas. lantas Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, bahwa kebijakan rezim final ini sebenarnya mengacu kepada broad based taxation dengan arti bahwa, tarif pajak lebih rendah dengan harapan mampu memperluas basis pajak.

Secara teori, strategi yang dilakukan cukup linier dengan semangat pemerintah untuk mendukung penerimaan. Dengan kata lain setoran pajak tak berubah kendati tarif dipangkas, selama basis pajak mampu diperluas. Akan tetapi, menurut Fajry, teori ini tak lagi relevan ditengah tekanan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Dengan mengambil contoh Amerika Serikat (AS) yang justru kembali menaikkan tarif, terutama untuk PPh Badan.

"Dengan adanya rezim PPh Final ini, penerimaan pajak kita menjadi tidak optimal. Serta sangat penting untuk mempertimbangkan kembali rezim PPh Final," kata dia.

Fajry berpendapat, untuk kondisi saat ini pemerintah perlu mempertimbangkan pemberlakuan tarif PPh final atas bunga deposito dan dividen. Langkah ini mendesak dilakukan untuk menopang upaya otoritas fiskal dalam memburu wajib pajak strategis alis high wealth individual (HWI). Dia menyonttohkan PPh Final atas dividen yang seharusnya kelompok HWI dikenai tarif progresif dengan mengacu pada ketentuan PPh Pasal 17

Info lebih lanjut mengenai Jasa WINS Consultant

No comments:

Post a Comment