TENTANG KAMI

WIN-S Consultant adalah perusahaan dibidang jasa perpajakan & akuntansi yang didirikan sebagai bentuk dari tuntutan pemerintah dalam penerapan peraturan perpajakan secara benar. Hal tersebut menuntut wajib pajak untuk melaksanakan peraturan perpajakan tersebut atau akan menghadapi sangsi dari pemerintah. Oleh karena itu, WIN-S Consultant akan membantu wajib pajak yang berujung pada pemenuhan kewajiban perpajakan dengan baik & benar. Komitmen WIN-S Consultant untuk selalu memberikan yang terbaik atas jasa layanan seperti motto “WIN-S Consultant for Solution.”

Aggresive Tax Planning Terhadap Korporasi



Sebanyak 9.496 wajib pajak korporasi terpantau melakukan aggressive tax planning atau perencanaan pajak secara agresif sehingga berisiko menggerus potensi penerimaan negara. Berdasarkan data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, praktik tersebut dilakukan pada 2015—2019. 

Jumlah Wajib Pajak Badan atau korporasi yang diduga melakukan aggressive tax planning dari tahun ke tahun selalu meningkat.

Berdasarkan data Ditjen Pajak yang diperoleh Bisnis, pada periode 2012—2016 jumlah korporasi yang diduga melakukan aggressive tax planning sehingga membukukan kerugian fiskal mencapai 5.199 perusahaan.

Aggressive tax planning adalah tindakan yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mendapatkan keuntungan pajak atau mengurangi maupun mengelak dari kewajiban perpajakannya. 

Tujuannya untuk menjaga likuiditas perusahaan atau memanipulasi penghasilan di bawah batas yang disyaratkan untuk membayar pajak.

Aggressive tax planning biasanya dilakukan dengan menurunkan laba kena pajak melalui perencanaan pajak, baik menggunakan cara legal (tax avoidance) atau ilegal (tax evasion).

Tax avoidance pun acap dimanfaatkan oleh wajib pajak karena tidak melanggar hukum. Akan tetapi, cara ini tidak sesuai dengan semangat pembuat kebijakan dan berisiko menggerus penerimaan negara.

Modus lain adalah dengan mengadakan corporate social responsibility (CSR) secara berlebihan, serta membeli saham dalam jumlah minim.

BACA JUGA : Imbalan Jual-Beli tercantum pada SE-24/PJ/2018

Sementara itu, Ditjen Pajak mencatat adanya celah hukum pajak dapat mendorong wajib pajak untuk melakukan aggressive tax planning dengan memperbesar biaya bunga, manipulasi angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan (creative accounting), hingga membuat biaya artifisial yang bisa menjadi pengurang pajak.

Praktik perencanaan pajak secara agresif inilah yang pada akhirnya menjadi penyebab pembukuan keuangan perusahaan rugi.“Wajib pajak mengalami kerugian fiskal secara bertahun-tahun akibat aggressive tax planning,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor kepada Bisnis

Dia mengatakan, langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk menggali potensi penerimaan dari aggressive tax planning adalah melalui penerapan Alternative Minimum Tax (AMT) atau Pajak Penghasilan (PPh) Minimum.

Menurutnya, AMT berfungsi sebagai kontrol dalam mengurangi perencanaan pajak yang agresif serta meminimalkan beban PPh terutang. 

Dalam praktiknya ke depan, AMT berperan untuk memastikan agar setiap perusahaan setidaknya membayar suatu nilai pajak minimum kepada negara, sehingga hal tersebut dapat menjadi pelindung dalam mengurangi praktik penghindaran pajak.

“Dengan demikian walaupun wajib pajak mengalami kerugian fiskal secara bertahun-tahun akibat aggressive tax planning yang dilakukannya, AMT mampu memberikan jaminan adanya kontribusi minimum dari wajib pajak,” jelas Neil.

Dia optimistis kebijakan PPh Minimum efektif untuk memangkas praktik penghndaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sekaligus bisa mengoptimalisasi penerimaan negara.

Ditjen Pajak mencatat, peredaran penghasilan bruto dari 9.496 korporasi yang diduga melakukan aggressive tax planning mencapai Rp830 triliun. Adapun AMT yang diusulkan pemerintah adalah bertarif 1% dari penghasilan bruto wajib pajak badan.

Di sisi lain, pemerintah sejauh ini memiliki keterbatasan untuk menjangkau perencanaan pajak yang bersifat agresif.

BACA JUGA : Dividen Kini Bukan Objek Pajak

Pasalnya, ketentuan perpajakan saat ini yaitu Pasal 18 UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja hanya mengatur mengenai antipenghindaran pajak.

Ketentuan mengenai penanganan antipenghindaran pajak itu hanya mengandalkan Specific Anti Avoidance Rule (SAAR). 

Sementara itu, tidak seluruh model penghindaran pajak dapat dijangkau dengan SAAR.

Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono mengatakan wajib pajak badan memiliki ruang untuk mengecilkan penghasilan dengan memanfaatkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 72, di mana perusahaan dapat menunda pengakuan pendapatan ke tahun berikutnya, khususnya untuk transaksi akhir tahun.

“Jadi perusahaan menerapkan creative accounting dan legal planning agar pendapatan diakui pada tahun selanjutnya,” kata Prianto.

Dia menambahkan, pemerintah sebenarnya memiliki dasar hukum yang kuat untuk meminimalisasi tax avoidance, yakni mengacu pada Pasal 17 PP No. 94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan.

Bisnis - Jakarta

Info lebih lanjut mengenai Jasa WINS Consultant

No comments:

Post a Comment